Saturday 28 November 2015

SINOPSIS 1

Unknown     23:48    


"Rindu mencipta kabut segala padamu"
Seperti orang bodoh, kulantunkan pula gemuruh ini
Membersamai jangkrik dan serangga malam memulai dzikir kesekian
-Inni dha'ifun-Allahumma-Allahumma-

Dzikirku tak sama dengan mereka
Dzikirku adalah dirimu yang menjelma insomnia tiap malam
Jangkrik, belalang ataupun serangga malam tak ada yang paham
Sebab rinduku sedalam malam
Sedalam mimpiku yang tak pernah pejam

- Kau melebihi bisikan yang dibaringkan hujan -
Sayup-sayup itu seperti bacaan puisi
Seperti harapan tertua
Setua doaku yang tak kunjung dipersilahkan
-Inni dha'ifun-Allahumma-Allahumma-

Sambil kubacakan madah-madah
Satu persatu kulepas kearah langit
Bahkan kutujukan juga padamu
Ra, ini musim terlalu keras jika kau bayangkan dengan hujan. Sebab awan yang kuceritakan belum jua jenuh.

"Rindu ini tak kunjung kau jabat meski sudah berkali-kali ia kulepas" 

Ra, mengagumimu adalah hal paling sederhana
Seperti rindu akan hujan esok hari dimana doa-doa telah sempurna dibaringkan ke pelaminan paling biru

Tempat segala pinta mengakar
Disini, di pucuk ingatan yang menyalamimu
Masih tumbuh berbagai doa
Semacam bunga-bunga kesumat musiman
Tapi kau tak usah sungkan
Sebab ia tumbuh dari rahimmu sekaligus anak tirimu
Yang juga mengekalkan pertemuan kita

"Rinduku adalah keindahan yang menyakitkan"
Bagi penyair rindu adalah sarapan pagi
Adalah menu sahur untuk puasa suci
Sajadah baginya untuk sujud
Seperti dirimu Ra, adalah ingatan yang terus memburu
Kemanapun sajak-sajakku berbaring
Ia terus berlarian
Dari petang ke siang
Dari takbir hingga salam
Dari kemarau sampai musim hujan

Tubuhmu mencipta jarak antara aku dan puisiku
Sampai ia lelah menatap ke jalanan
Lampu-lampu kota
Mobil-motor yang lalu lalang
Dibelakangku, ribuan kata hendak menyeberang
Kami semakin sesak
Kami tahu disini tidak ada zebracross
Mereka hanya ingin menyeberang
Mencari celah sebisa mungkin 

Ra, semakin malam ternyata semakin dingin. Maukah kau peluk aku sebentar sampai puisiku yang lain menetas?

Ternyata aku tak pernah lupa warna ungu kerudungmu, tubuh kecil mungilmu
Juga tawamu yang memecah dingin kota ini
Lalu siapakah yang pelit untuk sekedar tertawa?
Menertawakan kebohongan yang kita lakukan?

Tetapi lengkung alismu cukup indah untuk kuingat
Untuk kutuliskan menjadi sinopsis perburuanku
Barangkali matamu lebih jenaka dari hatimu
Sebab berulang kali kau buat aku geli
Berulang kali kau buat aku nanar
Lalu aku tersungkur seperti qurban sembelihan
Untuk tebusan dosa yang tak pernah aku sengaja

Atau seperti binatang liar yang siap menerjangmu
Tapi aku bukan binatang kelaparan
Aku adalah binatang peliharaanmu yang kau buang
Yang pernah kau usir di pelataran rumahmu
Ra, sekeras apapun batu, lebih keras ini rindu.
Kurasa senyum yang kau lempar bukan untukku
Tapi aku lebih dari seorang penyair ketika mampu membaca gerak tubuhmu
Aku lebih naratif dari seorang penulis naskah
Sebab kau adalah ceritaku
Cerita buangan yang belum sempat usai

Sudahlah, malam mulai larut
Gigil ini pun menua
Setua harapan yang kubaringkan bersama lelap mimpimu



 

Malang, Rabu 01 Oktober 2015. 20:24 pm
*Ubaidillah, penulis lepas sekaligus pengurus Rayon Fisip Ad-Dakhil

0 comments :

About us

Office : Jl. Telagawarna Blok D Nomer 2 Kelurahan Telogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang Jawa Timur

Salam Redaksi

Kritik dan Saran Kami Sangat Mengharpkan dari Para Kader dan Pembaca, Agar Kedepannya Isi Maupun Conten Bisa Kami Sajikan Lebih Baik
© 2011-2014 MEDIA ONLINE "Ad-dakhil". Designed by Bloggertheme9. Powered by Blogger.