Peraturan Gubernur DKI
Jakarta No. 228 Tahun 2015 Tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian
Pendapatdi Muka Umum pada Ruang Terbuka terus mendapatkan protes atau penolakan dari berbagai elemen
masyarakat pada umumnya mahasiswa pada khususnya, karena
dianggap membatasi penyampaian pendapat dan/atau aspirasi masyarakat.
Peraturan Gubernur No.
228 Tahun 2015, wajar ketika mengalami banyak penolakan pasalnya Pergub tersebut
sangat mengekang kebebasan dalam berpendapat, pergub yang dijelaskan
diatas
secara tidak langsung mengkerdilkan kebebasan menyampaikan pendapat dengan
lisan maupun berupa tulisan yang mana dalam menyampaikan pendapat telah dijamin oleh UUD 1945, tentu Pergub
tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Sedangkan didalam sebuah
negara demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Slogan yang
selalu didengungkan didalam negara demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat,
untuk rakyat. Berdasarkan slogan ini maka rakyat berhak untuk menyampaikan apa
yang menjadi keinginan dan aspirasi masyarakat. Masyarakat bebas memberikan
masukan, aspirasi, ide dan gagasan kepada pemerintah, meskipun keputusan akhir
ada pada pemerintah akan tetapi partisipasi masyarakat dalam memebrikan masukan
sangat penting bagi sebuah negara demokrasi.
Konsekuwensi negara
demokrasi ialah rakyat berhak dan bebas menilai penyelenggaraan negara oleh
pemerintah, Rakyat bebas mengkritik dan menyalahkan pemimpinnya jika memang
salah, bahkan menurunkan pemimpin yang tidak bisa mensejahterahkan rakyatnya.
Adapun statemen-statemen Guberur DKI Jakarta (ahok) tentang pengalihan
demostran ditiga titik yaitu parkir senyan, alun-alun, dasn didepan gedun DPR
dengan alasan untuk menghindari kemacetan, ketertiban umum hanya bersifat alibi
saja, tetap hal itu tidak bisa dibenarkan karena bersamaan dengan UUD 1945 dan
bertentangan dengan asa-asas demokrasi di sebuah negara yang menganut demokrasi.
Kalau hal ini dibiarkan begitu saja, maka sudah pasti peran masyarakat akan
sedikit dan mati secara perlahan. Didalam kondisi seperti ini pemerintah akan
lebih cenderung bersifat otoriter dalam mengambil sebuah kebijakan dikarenakan
tidak ada kontrol dari masyarakat.
Penulis: Salah Satu Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universita Tribhuwana Tunggadewi Angkatan 2013(Mahasiswa Rantau)
0 comments :